Senin, 31 Januari 2011

FIRASATKU


Bismillahirrahmanirrahim


Assalamu 'alaikum Wr. Wb.


Mungkin cerpen yang saya buat kali ini agak berbeda dari cerpen2 sebelumnya. Cerpen kali ini bercerita tentang kehidupan pribadi saya (ehhhmmm...). Entah kenapa jadi terpikir untuk membuat cerita ini, hanya ingin sedikit berbagi pengalaman pribadi n NYATA yang pernah saya alami. Harapannya adalah agar teman2 skalian ingat dengan orang tua, terutama ibu yang sudah melahirkan n membesarkan kita. Apalagi bagi teman2 yang sekarang bekerja/kuliah jauh dari orang tua. Hendaknya selalu ingat bahwa ikatan batin antara orang tua dan anak itu begitu kuat. Jadi jangan berpikiran kalau jauh dari orang tua itu kita bisa bertindak seenaknya, merasa tidak ada yang mengawasi. Saat muncul di benak kita ingin melakukan sesuatu yang tidak benar, maka ingatlah Allah yang slalu melihat dan mungkin saja memberikan pertanda2 (entah apa itu) kepada orang tua kita yang berada jauh sehingga mereka jadi mengkhawatirkan kita.

Tapi bukan itu pengalaman pribadi saya. Saya sama sekali tidak pernah berpikir/melakukan hal2 yang salah/tidak diridhoi orang tua. Tapi suatu bukti bahwa ikatan batin antara anak dan orang tua itu begitu kuat. Semoga cerita ini bisa bermanfaat bagi pembaca sekalian. Amien...

Selamat membaca...

Serambi Ummah...
Jumat, 2 Juli 2010...

"FIRASATKU"

Oleh : Dorratul Hijaziyah


Zia baru saja usai menyelesaikan tulisannya kali ini. Dia menatap puas file-file puisi, cerpen, dan artikel yang baru saja dituntaskannya. Gadis ini memang gemar sekali menulis, walau tulisannya memang belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan tulisan kakak-kakak seniornya yang memiliki hobi sama. Telah tersemat dalam benaknya, kelak akan menjadi seorang penulis sekaligus apoteker. Mengapa apoteker? Wajar, gadis ini memang tengah menempuh kuliahnya di Farmasi, sekarang baru menempuh semester kedua.

Zia kuliah di Banjarbaru, jadi dia harus hidup jauh dari orang tuanya dan kedua adiknya yang tinggal di Banjarmasin. Tapi jika tidak ada kesibukan, setiap 2 minggu sekali di akhir pekan dia masih bisa pulang karena jarak yang ditempuh hanya kurang lebih 1 jam perjalanan.

Hari ini hari Senin, seusai salat subuh dan bersiap-siap, sekitar jam 6 pagi Zia berangkat dari Banjarmasin menuju Banjarbaru menggunakan motornya. Jam 8 dia ada kuliah Kimia Analisis. Alhamdulillah dia sampai di kos dengan selamat, walau sempat terjadi kemacetan di depan Bandara Syamsudin Noor karena ada terjadi kecelakaan. Zia paling takut kalau melihat hal-hal seperti ini. Semoga senantiasa dijaga Allah dalam setiap aktifitas. Amin.

Setelah pulang kuliah, dia kembali lagi ke kos. Hari itu cuma ada satu kuliah dan jam 2 siang nanti ada praktikum Morfologi, Anatomi, dan Fisiologi Tumbuhan. Jadi dia bisa beristirahat dulu sebelum praktikum dimulai. Tapi, dia memang tidak bisa diam. Dia menyelesaikan tulisan artikel karena besok akan di tempel di mading kampus. Sedangkan puisi dan cerpen sudah dirangkumkannya tadi malam saat di Banjarmasin.

Zia pun kemudian berbaring di atas tempat tidurnya, sejenak memperistirahatkan punggung yang sudah sangat lelah. Sambil beristirahat, dia membuka modul praktikum dan membaca materi praktikum hari ini. Karena setiap praktikum selalu saja diawali dengan pretest. Mungkin adalah suatu kebiasaan buruk karena membaca sambil berbaring, tapi Zia memang sudah terbiasa demikian.

***

Sambil membaca modul praktikum, entah kenapa hati ini rasanya tidak enak. Tiba-tiba saja aku teringat dengan mamah. Rasa rindu dan khawatir berkecamuk tidak jelas dalam diri ini. Tak terasa air mataku menetes mengingat wajah mamah. Teringat tadi pagi ia membuatkan sarapan untukku dan mengantarkanku sampai depan rumah. Berkali-kali ia berpesan kepadaku untuk slalu hati-hati saat di jalan, jangan sampai mengantuk sambil mengendarai motor. Air mata pun semakin membasahi pipiku mengingat semua itu.

Pikiranku tersadar, Astagfirullah, apa yang terjadi denganku? Tidak pernah aku mengalami hal seperti ini sebelumnya. Baru tadi pagi aku bertemu dengan mamah, kenapa sekarang tiba-tiba begitu mengkhawatirkannya? Padahal sebelumnya pernah 3 minggu tidak pulang, tapi tidak pernah serindu ini.

Kuhapus air mata yang masih membasahi pipiku, kuraih handphone berwarna merah yang terletak di atas tumpukan buku. Sesegera mungkin kuketikkan pesan singkat ke mamah, “Mah, baik2 aja kan?”, kukirim pesan itu dengan rasa cemas yang masih melanda.

Kutunggu balasan pesan itu, 1 menit, 2 menit, setelah 3 menit akhirnya terdengar nasyid “Hold My Hand” dari Maher Zain dari handphone itu tanda pesan masuk. Dengan sedikit lega karena mendapat balasan, kubuka pesan itu, “Mamah baik aja, knp?”. “Alhamdulillah”, seruku penuh rasa syukur. Langsung kuketikkan lagi balasannya, “Ga ada apa2 mah, entah knp hati rasanya ga enak td”, langsung kupencet send. Tak lama kemudian nasyid “Always Be There” terdengar nyaring dari handphone itu. Terlihat di layar “Incoming My Mother”. Aku pun langsung duduk dan mengangkat telepon itu. Cukup lama kami berbicara di telepon. Mamah bingung setelah membaca pesan terakhir dariku tadi, mengapa aku bisa mengkhawatirkannya padahal baru saja pagi tadi bertemu. Aku sendiri cuma bisa menjawab dengan kalimat “Tidak tahu”. Kami pun membicarakan hal-hal lain. Terutama mamah yang menanyakan apakah aku sudah menaruh makanan yang diberikannya kepadaku tadi pagi di rice cooker, apakah aku sudah mengisi bensin motor, dan sebagainya. Ahh, mamah, dia memang selalu perhatian kepadaku.

***

Keesokan harinya…
Aku kembali ke tempat kos setelah selesai kuliah. Setelah berganti pakaian, aku pun mengambil air wudhu untuk menunaikan salat dzuhur. Seusai salat, aku langsung mengambil nasi dan lauk. Menikmati rezeki yang diberikan Allah di siang itu. Tiba-tiba terdengar getaran dari dalam tas, suara getaran handphone yang belum sempat kuganti profil silent-nya dari kuliah tadi. Tenyata telepon dari mamah,
“Assalamu ‘alaikum”
“Waalaikum salam”
“Dimana sekarang?”
“Di kos mah, ada apa?”
“Ga kuliah?”
“Baru selesai”
“Owh iya, mungkin perasaan ga enak Zia kemaren memang suatu pertanda.”
“Hah? Pertanda apaan mah?” tanyaku tidak mengerti.
“Tadi pagi mamah terpeleset dari tangga.”
“Astagfirullah,” seruku kaget dan spontan melepaskan nasi yang sudah kupegang.
“Gimana keadaannya sekarang?” tanyaku lagi.
“Mamah sempat tidak bisa berjalan, tapi Alhamdulillah sekarang sudah baikan. Tadi malam om Zia yang ada di Martapura juga tiba-tiba menelepon mamah. Sama seperti Zia kemaren, om juga menanyakan kabar mamah. Mamah jadi aneh sendiri, mungkin ini memang pertanda dari kalian tentang mamah.”
Setelah mengakhiri telepon dengan mamah tersebut, aku sejenak terdiam. Betapa hubungan anak dan ibu itu begitu kuat. Walau terpisah, ikatan batin di antara keduanya slalu menyatu. “Mamah, aku sayang dengan mamah. Surgaku ada di telapak kakimu. Doakan aku untuk slalu bisa membanggakanmu” ucap batinku.

Selesai ditulis di Banjarmasin...
Kamis, 10 Juni 2010 (10.30 wita)

2 komentar:

  1. Mama emang selalu nanya itu itu, beliau selalu perhatian pd anaknya... like.

    BalasHapus